Kegiatan
Menemukan Subaltern di Trenggalek
2023-08-27
Gender dan Keadilan Ekologi
Trenggalek, 7 – 11 Juni 2023
LeSEHan News Network. Lokasi kedua dalam pengambilan data di lapangan untuk sub-tim Jawa Timur adalah di Kabupaten Trenggalek. Sebuah lokasi yang dekat dengan Pantai Kili-Kili, tempat dimana penyu dilestarikan dan dilindungi. Taman Kili-Kili juga masuk dalam Kawasan Ekosistem Esensial (KEE), yang artinya kelestarian kawasan tersebut mempunyai nilai penting bagi ekosistem. Dalam kawasan tersebut juga terdapat hutan kelapa yang luasnya kurang lebih 40 Ha dan menjadi sandaran sumber penghasilan masyarakat berpenghasilan rendah di sekitar kawasan taman Taman Kili-Kili. Di tempat itulah kami menjumpai saudara kita yang bisa dikategorikan subaltern.
Dalam teori kritis dan pascakolonialisme, istilah subaltern mengacu pada penduduk yang secara sosial, politis, dan geografis berada di luar struktur kekuasaan hegemonik koloni dan tanah air kolonial. Kata subaltern dicetuskan oleh Antonio Gramsci dalam tulisan-tulisannya tentang hegemoni budaya. Ia mengidentifikasi kelompok masyarakat yang terkucil dari institusi masyarakat yang sudah ada dan tidak memiliki cara untuk bersuara. (Sumber: Wikipedia)
Bertemu dengan dua kelompok yang berbeda dalam satu kawasan namun kondisinya kurang lebih sama, ini mencerminkan bahwa cukup banyak masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan KEE itu tergolong subaltern. Mereka adalah masyarakat yang sangat tergantung penghasilannya dari hutan kelapa yang ada di kawasan tersebut. Pekerjaan yang biasa mereka lakukan diantaranya memungut kelapa yang jatuh, blarak (=daun kelapa) yang jatuh. Ada kesepakatan atau aturan yang tidak tertulis di masyarakat bahwa semua yang jatuh dari pohon kelapa tersebut milik umum. Siapapun boleh mengambilnya. Selain itu pada aliran sungai di kawasan tersebut, ada juga yang mencari sumpil, sejenis keong yang habitatnya di sungai.
Pekerjaan lain yang dilakukan oleh responden sehari-hari adalah sebagai pemulung di pantai. Aktifitas tersebut tentu sangat membantu sekali dengan terciptanya kebersihan di pantai. Karena menjadi muara salah satu sungai maka ketika terjadi banjir, masyarakat malah mendapatkan hasil lebih banyak dari sampah. Hingga muncul candaan “banjir membawa berkah”. (HIS)
LeSEHan News Network. Lokasi kedua dalam pengambilan data di lapangan untuk sub-tim Jawa Timur adalah di Kabupaten Trenggalek. Sebuah lokasi yang dekat dengan Pantai Kili-Kili, tempat dimana penyu dilestarikan dan dilindungi. Taman Kili-Kili juga masuk dalam Kawasan Ekosistem Esensial (KEE), yang artinya kelestarian kawasan tersebut mempunyai nilai penting bagi ekosistem. Dalam kawasan tersebut juga terdapat hutan kelapa yang luasnya kurang lebih 40 Ha dan menjadi sandaran sumber penghasilan masyarakat berpenghasilan rendah di sekitar kawasan taman Taman Kili-Kili. Di tempat itulah kami menjumpai saudara kita yang bisa dikategorikan subaltern.
Dalam teori kritis dan pascakolonialisme, istilah subaltern mengacu pada penduduk yang secara sosial, politis, dan geografis berada di luar struktur kekuasaan hegemonik koloni dan tanah air kolonial. Kata subaltern dicetuskan oleh Antonio Gramsci dalam tulisan-tulisannya tentang hegemoni budaya. Ia mengidentifikasi kelompok masyarakat yang terkucil dari institusi masyarakat yang sudah ada dan tidak memiliki cara untuk bersuara. (Sumber: Wikipedia)
Bertemu dengan dua kelompok yang berbeda dalam satu kawasan namun kondisinya kurang lebih sama, ini mencerminkan bahwa cukup banyak masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan KEE itu tergolong subaltern. Mereka adalah masyarakat yang sangat tergantung penghasilannya dari hutan kelapa yang ada di kawasan tersebut. Pekerjaan yang biasa mereka lakukan diantaranya memungut kelapa yang jatuh, blarak (=daun kelapa) yang jatuh. Ada kesepakatan atau aturan yang tidak tertulis di masyarakat bahwa semua yang jatuh dari pohon kelapa tersebut milik umum. Siapapun boleh mengambilnya. Selain itu pada aliran sungai di kawasan tersebut, ada juga yang mencari sumpil, sejenis keong yang habitatnya di sungai.
Pekerjaan lain yang dilakukan oleh responden sehari-hari adalah sebagai pemulung di pantai. Aktifitas tersebut tentu sangat membantu sekali dengan terciptanya kebersihan di pantai. Karena menjadi muara salah satu sungai maka ketika terjadi banjir, masyarakat malah mendapatkan hasil lebih banyak dari sampah. Hingga muncul candaan “banjir membawa berkah”. (HIS)
Kegiatan
- Edukasi
- Pelatihan & Pendampingan
- Studi, Kajian, Diskusi dan Penelitian
- Kerjasama dengan Lembaga Pemerintah & Non Pemerintah
- Perhutanan Sosial
- Gender dan Keadilan Ekologi
Agenda
18
Jul '24
Jul '24
Sub-tim Jawa Timur: Workshop P...
09.00 - 13.00 wib
Meeting room Work n' Play Coffee and eatery - Madiun
09.00 - 13.00 wib
Meeting room Work n' Play Coffee and eatery - Madiun
17
Jun '24
Jun '24
Sub-tim Laos: Analisa Data ...
08:00 - 12:00
Meeting room Campus
08:00 - 12:00
Meeting room Campus
10
Jun '24
Jun '24
Sub-tim Jawa Timur: Analisa Da...
09.00 - 13.00 wib
Meeting Room Joglo Manies Resto - Ponorogo
09.00 - 13.00 wib
Meeting Room Joglo Manies Resto - Ponorogo
09
Jun '24
Jun '24
Sub-tim Laos: Pengumpulan data...
08:00 - 16:00
Khammouan Province
08:00 - 16:00
Khammouan Province